Post by: Outbound Malang
Banyak contoh di sekitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki kecerdasan otak saja, atau banyak memiliki gelar yang tinggi belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Bahkan seringkali yang berpendidikan formal lebih rendah ternyata banyak yang lebih berhasil. Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ), padahal yang diperlukan sebenarnya adalah bagaimana mengembangkan kecerdasan hati, seperti ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan beradaptasi yang kini telah menjadi dasar penilaian baru. Saat ini begitu banyak orang berpendidikan dan tampak begitu menjanjikan, namun kariernya mandek. Atau lebih buruk lagi, tersingkir, akibat rendahnya kecerdasan hati mereka.
Saya inginmenyampaikan sesuatu hal yang terjadi di Amerika Serikat tentang kecerdasan emosi. Menurut survey nasional terhadap apa yang diinginkan oleh pemberi kerja, bahwa keterampilan teknik tidak seberapa penting dibandingkan kemampuan dasar untuk belajar dalam pekerjaan yang bersangkutan. Di antaranya, adalah kemampuan mendengarkan dan berkomunikasi lisan, adaptasi, kreatifitas, ketahanan mental terhadap kegagalan, kepercayaan diri, motivasi, kerjasama tim dan keinginan untuk memberi konstribusi terhadap perusahaan. Saya tambahkan lagi pendapat seorang praktisi kaliber internasional, Linda Keegan, salah seorang Vice President untuk pengembangan eksekutif Citibank di salah satu negara Eropa mengatakan bahwa kecerdasan emosi atau EQ harus menjadi dasar dalam setiap pelatihan manajemen.
Dari hasil Test IQ, kebanyakan orang yang memiliki IQ tinggi menunjukan kinerja buruk dalam pekerjaan, sementara yang ber-IQ sedang, justru sangat berprestasi. Kemampuan akademik, nilai rapor, predikat kelulusan pendidikan tinggi tidak bisa menjadi tolokk ukur seberapa baik kinerja seseorang sesudah bekerja atau seberapa tinggi sukses yang akan dicapai. Menurut makalah Cleland tahun 1973 “Testing For Competence” bahwa “Seperangkat kecakapan khusus seperti empati, disiplin diri, dan inisiatif akan menghasilkan orang-orang yang sukses dan bintang-bintang kinerja.
Saat ini perusahaan-perusahaan raksasa dunia sudah menyadari akan hal ini. Mereka menyimpulkan bahwa inti kemampuan pribadi dan sosial yang merupakan kunci utama keberhasilan seseorang, adalah kecerdasan emosi. Sekarang yang menjadi masalah, apakah anda jujur kepada diri anda sendiri? seberapa cermat anda merasakan perasaan terdalam pada diri anda? Seringkah anda tidak memperdulikannya? Menurut hadits diriwayatkan oleh H.R. Muslim, Nabi Muhammad menyatakan
“Dosa membuat hati menjadi gelisah”.
Inilah kunci dari kecerdasan emosi anda, kejujuran pada suara hati. Suara hati inilah yang sebenarnya dicari oleh Stephen Covey di dalam bukunta “The Seven Habits of Highly Effective People” atau yang lebih dikenal dengan “The Seven Habits”. Ini yang seharusnya dijadikan sebagai pusat prinsip yang akan memberikan rasa aman, pedoman, daya dan kebijaksanaan. Menurutnya: “Di sinilah anda berurusan dengan visi dan nilai anda. Di sinilah anda menggunakan anugerah anda, —kesadaran diri (self awareness)— untuk memeriksa peta anda, dan apabila anda menghargai prinsip-prinsip yang benar bahwa paradigma anda adalah berdasarkan pada prinsip dan kenyataan, di sinilah anugerah anda —suara hati— sebagai kompas.”
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan mantap kepada agama, menurut fitrah Allah yang telah menciptakan fitrah itu pada manusia. Tiada dapat diubah (hukum-hukum) ciptaan Allah. Itualah agama yang benar, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.”
– Q.S. 30 surat Ar Ruum (Bangsa Romawi) Ayat 30